Merah sumringah wajahmu kulihat dari dinding kaca.
Seakan mengajakku menyanyikan lagu tempo dulu.
Lagu saat anak seusia kita belum berani berkata cinta.
Karena mereka sadar akan masa depan yang menunggu.
Sepuluh jari tanganmu ingatkanku akan rintik hujan akhir pekan.
Jarimu mencoba menghitung rintik yang jatuh namun tak dapat.
Demikian pula dengan kebersamaan kita yang terpupuk nyaman.
Dimana benih yang tertanam di hati mulai tumbuh begitu cepat.
Tak kuasa ku sesali suara cinta yang terbungkam kata.
Aku tahu kesukaran dalam mengabadikan perasaan itu.
Namun haruskah aku musnahkan cintaku pada dirimu ?
Dan berharap takkan pernah terbuka untuk selamanya ?
Aku ingin jadi sesuatu yang dapat kau rindu dalam mimpimu.
Dan dengan lirih ingin aku bisikan dalam tiap mimpi indahmu.
Tetaplah menungguku walau dua puluh empat jam berlalu.
Tetaplah di hatiku walau setengah abad menunggu untuk bersatu.
By Zulfikkar
29 July 2008
0 komentar:
Posting Komentar