Kisah ini adalah kisah nyata yang aku alami ketika aku pertama kali datang ke Jogja sebatang kara untuk mengurusi kelengkapan pendaftaran di UNY. Tidak seperti sekarang yang terlihat handsome and smart, dulu aku masih terlihat culun dan mudah dibohongi, atau orang didaerah asalku biasa menyebutnya pah poh. Aku datang ke Jogja dengan menumpang bus bermerk AMAN, yang jalannya super cepat layaknya Roller Coaster. Tak peduli halang, rintang, semua diterjang dengan tenang. Mungkin pak sopir lulusan ISI ( Institut Sopir kebelet beol tau. Aku mencoba menahannya, berharap tak ada sedikit pun yang keluar. Keringat dingin mulai membasahi dahiku, hidungku kembang kempis menahannya. Secara tak kasat mata bau mulai tercium, aku bersikap santai saja pura – pura tak menghembuskan apapun. Selama perjalanan yang kulakukan hanya berdoa memohon ampunan, mungkin aku diperingatkan oleh Sang Pencipta karena sebelum berangkat dengan serakah aku melahap semua hidangan yang disajikan ibuku.
Oh Tuhan .... ampuni aku. Terdiam aku dalam siksaan itu, serasa ada yang mengganjal diantara pantat kurusku. Aku mencoba melihatnya, HUFFF syukurlah belum keluar, hanya biji salak yang buahnya aku makan tadi.
Akhirnya aku pun sampai di Jogja, senyum mulai mengembang dibibirku. Oh toilet, dimana kau berada. Aku turun di daerah Gamping, namun aku cari kesana kemari tak kutemukan satu pun toilet, yang ada hanya selokan penuh lumpur yang bau. Yah, terpaksa aku harus sampai ke UNY lebih cepat agar bisa melaksanakan hajatku ini dengan rapi. Aku pun kembali menumpang bus jalur 11 untuk sampai ke UNY, yang aku tahu bus itu akan mengantarku sampai depan pintu masuk UNY. Namun prediksiku salah besar, bus itu hanya berputar di Bundaran UGM dan kembali ke Gamping. Sadar akan hal itu, aku pun nekad turun di sembarang tempat yang aku tahu sekarang itu jalan Cik Ditiro (lihat peta). Yah, sebut saja aku sedang latihan nyasar. Dari situ aku jalan kaki menuju UNY, aku pikir itu dekat. Tapi weleh2x jauh juga nyet. Cape’nya minta ampun, kaki serasa mau lepas. Oh ya, tentang kebelet yang aku alami, itu sudah hilang dalam perjalanan, terlupakan begitu saja. Namun, ada masalah lain disini. Aku nggak tahu ruang untuk mengurusi pendaftaran itu disebelah mana, padahal aku sudah nggak kuat lagi berjalan. Yah, alhasil aku duduk – duduk saja di masjid Mujahidin depan FMIPA. Saat aku siap melangkahkan kaki dengan sisa – sisa tenagaku untuk menuju FT, syukurlah aku bertemu teman seperjuanganku semasa SMA. Dia bernama Fajar, dia pun membantuku selama proses pendaftaran itu. Aku sungguh bahagia bisa bertemu dengannya, dia sangat baik dan friendly padaku, seandainya dia adalah seorang wanita ingin kujadikan dia sebagai ..... kekasih gelapku.He3x
Semua urusan di Jogja beres dan aku bersiap untuk pulang kembali ke Cilacap sementara waktu, dan menceritakan kejadian ini kepada orang tuaku dan teman – temanku. Sekian saja kisah kali ini, tunggu kisah selanjutnya ya .... ^_^’
0 komentar:
Posting Komentar